Pada zaman dahulu kala, dikawasan Marga Bengkulah yang
sekarang menjadi daerah Kec.Tanjung Lubuk, ada sebuah kerajaan kecil yang
dipimpin seorang raja yang arif dan bijaksana. Dia adalah Raja Awang yang
mempunyai permaisuri bernama Putri Rajenah, berasal dari daerah Sugi Waras
keturunan Arab yang dibawa oleh orang tuanya untuk menyebarkan Agama Islam.
Raja Awang yang dikenal oleh penduduknya baik dalam istana
kerajaan maupun diluar istana sebagai seorang raja yang bijaksana dan ramah
tamah. Raja Awang dalam perkawinannya bersama Putri Rajenah dikaruniai seorang
putra yang bergelar Pangeran karena dia adalah pewaris tahta kerajaan. Sang
pangeran diberi nama Tapa Lanang.
Dalam kesehariannya, kondisi kerajaan terasa damai dan
tenteram, banyak kerajaan kecil lainnya yang bergabung dengan pemerintahannya.
Hasil pertanian dan perkebunan dari wilayah kekuasaan Raja Awang banyak dibawa
keluar kerajaan hingga kekawasan tanah Palembang.
Ratu Putri Rajenah dikenal sebagai sosok wanita yang cantik
dan dekat dengan rakyatnya. Setiap ada acara di istana dia mengharuskan untuk
mengundang rakyat masuk ke istana untuk ikut bersama dengan masyarakat dalam
istana kerajaan. Kecantikan Putri Rajenah tersohor kemana-mana.
Suatu hari Putri Rajenah memanggil beberapa inang pengasuh
untuk membicarakan hal ihwal yang saat itu merasuki dirinya. Beliau menderita
suatu penyakit, dimana penyakit yang diderita beliau semakin hari semakin
parah.
Sang raja pun mengutus hulu baling kerajaan untuk mencari
tabib guna mengobati penyakit sang permaisurinya. Terkumpulah tabib terkenal
dari berbagai penjuru, namun tak satupun yang mampu menyembuhkan sang
permaisuri.
Suatu hari ketika bercanda gurau dengan putranya si Tapang
Lanang, dimana kondisi tubuhnya saat itu semakin lemas. Dia memanggil para
inang untuk menggotongnya kembali masuk kamar, melihat kondisi sang putri yang
lemas, para inangpun khawatir dengan kesehatan beliau, lalu disela-sela
ketegangan itu sang permaisuri menarik tangan putranya yang saat itu baru
berusia tujuh tahun, sang putri pun sempat melontarkan pesan baik pada putranya
dan para inang.
Sang putripun berkata, "Anakku..... seandainya ibu
harus dipanggil sang Khalik, kamu harus tabah menghadapi dunia yang serba fana
ini, kamu jangan menjadi manusia cengeng, kamu harus berani menghadapi berbagai
tantangan hidup.”
Saat itu sang raja sempat mendengar apa yang
diutarakan permaisurinya. Seakan dia mengetahui bahwa istrinya sudah diambang
pintu kematian, dia tidak sempat berkata apa-apa, hanya air mata menetes
perlahan membasahi pipinya yang tampak kuyu karena lelah dan selalu sedih
melihat kondisi permaisuri yang tak kunjung sembuh.
Suatu hari dari istana berdatangan berbunyian telukup atau
bunyi pertanda bahwa diistana telah terjadi sesuatu musibah, ternyata sang
permaisuri telah meninggal, semua merasa sedih dan terharu karena telah
kehilangan seorang ibu yang baik, ramah dan pengasih sesama rakyat.
Menjelang 40 hari meninggalnya sang permaisuri, Raja Awang
menerima undangan dari suatu kerajaan di Pulau Jawa. Karena diharuskan membawa
permaisuri, maka penasehat kerajaan memberi pandangan pada sang raja agar
cepat mempersunting wanita sebagai pengganti permaisuri yang telah meninggal.
Karena waktu yang mendadak, maka sang raja harus
jalan-jalan keluar istana. Pada saat itulah dia menemukan seorang wanita yang
dianggapnya patut untuk mendampinginya untuk memenuhi undangan para raja-raja
ditanah Jawa tersebut.
Setelah dia pulang ke istana dia menceritakan hal ihwalnya
tersebut kepada para penasehat. Namun dari tujuh penasehat kerajaan ada satu
yang menolak raja untuk mengawini wanita yang dimaksud. Karena dia mengetahui
tabiat wanita tersebut, disamping dia seorang janda, dia juga mempunya seorang
putra yang sebaya dengan sang pengeran. Dia khawatir bakal ada persaingan
terhadap kedua anak tersebut, namun dia kalah suara dari 6 penasehat kerajaan
lainnya, akhirnya Raja Awang harus menikahi wanita tersebut.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahunpun dilalui
tiada terasa, kehidupan dalam kerajaan nampak tiada perubahan, kedamaian tetap
dirasakan, tanpa terasa usia perkawinan Raja Awang sudah mencapai 21 tahun.
Suatu hari, Solim putra tiri sang Raja Awang merasa iri
melihat Pangeran Tapah Lanang, saudara tirinya mengenakan pakaian kebesaranan
sebagai pangeran yang suatu saat dia akan menggantikan kedudukan ayahnya
sebagai raja, dan dia pun mulai menyusun strategi untuk memfitnah sang raja,
dia mengatakan kepada sang raja bahwa sang pangeran telah berbuat mesum dengan
perempuan anak petani diluar istana, padahal sang pangeran tidak pernah keluar
istana semenjak ibundanya meninggal.
Dengan memperlihatkan bukti noda darah dikain yang
dikatakannya bahwa darah tersebut adalah darah keperawanan sang wanita yang
dimaksudnya.
Melihat kenyataan itu, sang raja yang selama ini dikenal
bijak dan arif, berubah menjadi sangat murka, dengan kasar dan kejam dia
menyiksa putra kandungnya, bahkan dia mengusirnya keluar meninggalkan istana.
Sebelum Pangeran Tapah Lanang meninggalkan pintu
istana, ia sempat diantar beberapa orang pengawal istana, termasuk para inang
yang mengasuhnya sejak kecil. Pangeran memohon kepada hulu balang dan inang,
untuk menemaninya mampir dipusara sang ibundanya. Betapa haru dan sedihnya para
pengantarnya melihat sang pangeran dengan lembut mengelus pusara bundanya
dengan isak tangis yang memilukan.
Lalu, sang Pangeran mengembara entah kemana dia akan pergi,
berhari-hari dia menelusuri hutan belukar, akhirnya dia singgah pada sebuah
talang yang sekarang disebut dengan daerah Talang Pangeran. Didaerah tersebut
sang pangeran masih damai hidup sendiri karena dalam istana dia selalu bermain
dengan berbagai jenis hewan, maka sang pangeran tidak merasakan kesepian,
karena banyak hewan yang hidup disekelilingnya.
Gubuk itu dihuni oleh seorang wanita yang dianggapnya aneh, karena setiap dia mendekati gubuk tersebut, sang penghuninya tidak pernah menampakkan wajahnya, dimana wajah itu selalu ditutupi dengan rambut yang tebal dan panjang hinggah ke tanah.Suatu hari Ia berjalan meninggalkan talang tersebut untuk mencari tahu daerah lain yang dianggapnya dapat memberi kehidupan yang layak. Setelah melewati perjalanan yang jauh, sang pangeran tiba di sebuah kawasan rawa, disana dia melihat ada sebuah gubuk yang hanya disangga tiga batang tiang penyanggah.Karena ingin tahu rupa wajah sang wanita tersebut, maka sang pangeran mengambil kepingan batok kelapa yang kemudian dilemparkannya kearah gubuk yang saat itu si wanita sedang duduk di anak tangga.
Mendengar suara berdetak menerpa dinding gubuknya, tanpa
sadar wanita tersebut mengibaskan rambutnya. Saat itu sang pangeran bukan main
terkejutnya ketika melihat wajah si wanita betapa buruk dan menakutkan, namun
tiada lain dihutan tersebut pangeran tetap mendekat, disamping dia ingin tahu
secara detail siapa wanita itu, dan dia juga berniat untuk memperistrinya.
Berbulan lebih mereka hidup sebagai sahabat, namun belum
pernah sang pangeran menyentuh tubuh wanita tersebut. Suatu ketika seakan ada
ghaib yang membisikan pada sang pangeran agar dia mendekap sang wanita itu dari
belakang, hal itupun dilakukan oleh sang pangeran, saat itu bertepatan dengan
suara gemuruh halilintar yang menamparkan kemilau sinar api. Saat itu juga
wanita membalikan tubuhnya menghadap kearah sang pangeran, namun rambut panjang
si wanita masih menutupi wajahnya, karena persahabatan mereka berdua sudah kian
akrab, tanpa segan sang pengeran mengelus rambut sang wanita dan
menyibakkannya. Betapa terkejutnya sang pangeran ketika melihat wajah wanita
yang dikenalnya sangat buruk dan menakutkan telah berubah menjadi wajah yang
sangat cantik jelita.
Dan sang pangeran pun berlari kedekat kubangan babi yang
berisi air, dan diapun mengambil air tersebut dengan belahan tempurung kelapa,
dibawanya kehadapan sang wanita tersebut dan menyuruh wanita itu untuk melihat
wajahnya dari air tersebut. Ketika sang wanita melihat wajahnya dan dia
pun terkejut, karena wajahnya telah kembali baik sedia kala. Lalu si
wanita tersebut mengucapkan terima kasih kepada sang pangeran.
Sesudah dia mengucapkan terima kasih ke sang pangeran, si
wanita pun menceritakan masa lalunya kepada sang pangeran. Ternyata wanita
tersebut adalah anak raja dari kerajaan kecil yang ada di wilayah Kuto Besi
yang saat ini masuk dikawasan Lempuing.
Dia juga diusir oleh ayahnya, karena difitnah para inang
pengasuh kerajaan bahwa dia (Sang Putri) telah melakukan zinah diluar
pernikahan. Karena perbuatan tersebut aib bagi kerajaan, maka sang raja
menyuruh si penyihir untuk merubah wajah sang putri agar menjadi buruk dan
menakutkan, setelah itu sang putripun dibuang ke hutan belantara oleh si penyihir putri
raja, kini wajahmu telah buruk dan menakutkan. Wajah aslimu akan kembali. Si
penyihir pun berjanji, “tubuhmu disentuh oleh orang yang bukan muhrimmu, dan
kecantikanmu akan kembali utuh bila lelaki yang menyentuhmu bersedia untuk
mengawinimu.”
Lalu, sang putripun memberitahukan kepada sang pangeran,
bahwa dirinya diberi nama oleh ayahnya Putri Gelam.
Sejak itulah mereka mengarungi bahtera kehidupan rumah
tangga yang kemudian dari hasil perkawinan mereka dikaruniai dua orang anak,
satu laki-laki dan satu perempuan, dan kehidupan mereka pun dipenuhi oleh
kegiatan bercocok tanam. Kadangkala Pangeran Tapah Lanang membawa hasil kebun
mereka ke desa-desa terdekat untuk ditukar dengan kebutuhan yang lain. Demikian
keseharian mereka yang selalu disibukkan oleh kegiatan keluar masuk desa untuk
menukarkan hasil kebun mereka. Hasil perkebunan dari Pangeran Talang Lanang
sangat menjanjikan, hingga diketahui oleh orang lain.
Suatu hari, gubuk mereka kedatangan tamu tak diundang,
untuk merampas semua hasil kebun yang berada dibawah gubuk mereka. Saat itu
pangeran dan isterinya sedang sibuk menanam kelapa dikebun, sementara kedua
anaknya ditinggal didalam gubuk. Setelah kedua anak itu melihat dan menyaksikan
si perampok menggasak hasil kebun mereka, anak itu pun berusaha melarikan diri
dan meninggalkan pondok dengan berupaya terjun dari pondok. Namun sekawanan
perampok tersebut sigap, dan akhirnya anak laki-laki dari pangeran dan sang
putri tertangkap, sedangkan anak perempuannya berlari sekencangnya masuk
kedalam hutan.
Anak laki-laki itupun sempat meronta dan menjerit untuk
meminta pertolongan, dan sang perampok dengan kasar menyiksa hingga anak
tersebut tewas, dan jasadnya pun dibuang pada bekas kubangan babi yang tidak
jauh dari pondok mereka.
Beberapa perampok masih ada dipondok mereka untuk menikmati
apa saja yang ada dan yang bisa mereka makan. Ketika kawanan perampok sedang
menikmati semua itu, sang pangeran dan istrinya pun pulang. Betapa geramnya
sang pangeran ketika melihat pondoknya telah berantakan, tanpa basa-basi lagi,
sang pangeran pun langsung menyerang para perampok, dan terjadilah pertarungan
yang sangat sengit, sementara itu putri Gelam pun sibuk mencari dan memanggil
putra putri mereka.
Satu persatu pun para perampok tumbang ditangan pangeran.
Setelah semuanya mati terbunuh, pangeran ingat akan putra putrinya, diapun
berlari kesana kemari sambil memanggil anak-anaknya, namun apa yang terjadi,
seketika pangeran terperangah, melihat sosok putranya telah terkapar bersimbah
darah.
Setelah mengetahui putranya tak bernyawa lagi, pangeranpun
langsung menangis sejadi-jadinya, tanpa dihiraukannya lagi jasad putranya. Dia
terhuyung kesana kemari sambil menjerit, dan akhirnya dia tersungkur pada tanah
bekas kubangan babi. Tangisnya kian menjadi, air mata yang mengucur tiada henti
menggenangi tanah berlubang bekas kubangan babi tempat dia tersungkur,
lama-lama kian membanjiri dan menenggelamkannya. Dimana saat itu tubuh sang
pangeran hanya terlihat bagian kepala saja. Saat itu istrinya berupaya untuk
menarik rambut suaminya, namun seakan ada magnet yang menyeret tubuh pangeran
hingga terhisap didalam genangan air yang kian membesar, dan putri Gelampun
terlempar dan tersangkut pada pepohonan.
Suatu keajaiban pun terjadi, kubangan babi itu meluas
hingga membentuk sebuah danau, dan munculah sosok yang menjelma seeokor ikan
besar sebagai jelmaan dari tubuh sang pangeran, sementara sosok putri Gelam
yang tersangkut dipepohonan menjelma sebagai seekor burung putih berleher
panjang.
Tahun terus berganti, setiap bulan purnama terjadilah
pertemuan antara seekor ikan besar dan seeokor burung ditepian danau tersebut,
setiap habis bulan purnama pula lah selalu terdapat hamparan telur burung yang
kemudian jadi santapan para pemancing.
Semenjak adanya danau tersebut, warga kampung sekitar
menamakannya Danau Teluk Gelam. Danau adalah jelmaan dari kubangan babi yang
digenangi air mata sang pangeran, sedangkan Teluk adalah kata dari telur dan
Gelam adalah nama burung jelmaan dari si Putri Gelam, sampai saat ini danau
tersebut identik dengan sebutan “DANAU TELUK GELAM” yang saat ini menjadi
primadona kawasan Wisata Alam di Ogan Komering Ilir (OKI)